Berita pujasintara

Mengenal Lebih Jauh tentang Sejarah Nama-Nama Jalan di Jakarta

Image

Penamaan nama jalan atau suatu wilayah tidak dapat dilakukan sesuai dengan kehendak seorang diri. Karena penamaan wilayah itu tidak bisa bersifat arbitrer (sewenang-wenang) namun berdasarkan kesepakatan masyarakat. Nama-nama tempat di Jakarta dapat ditelusuri sampai ke masa sebelum datangnya bangsa barat melalui naskah Bujangga Manik dan Carita Parahiyangan. Hal ini disampaikan oleh sejarawan sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Dr.Bondan Kanumoyoso, S.S., M.Hum., dalam sesi Talkshow "Sejarah Nama-Nama Jalan di Jakarta" yang diselenggarakan oleh Layanan Koleksi Budaya Nusantara, Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional RI, Kamis (17/11/2022)


Selain narasumber di atas, diundang Yahya Andi Saputra, seorang praktisi dan aktivis kebudayaan Betawi yang juga penulis buku. Beliau memberikan setidaknya dua sumber informasi yang dapat dijadikan referensi mengenai sejarah penamaan tempat di Jakarta. Pertama, buku berjudul  “Asal Usul Nama Tempat di Jakarta” yang ditulis oleh Rachmat Ruchiat. Kedua, buku berjudul Sumber-Sumber Asli Sejarah Jakarta Jilid II : Dokumen-dokumen sejarah Jakarta dari kedatangan kapal Belanda (1596) sampai dengan tahun 1619 yang ditulis oleh Adolf Heuken SJ.


Toponimi sebagai salah satu cabang ilmu Onomastika (ilmu tentang nama) yang bertujuan untuk menelisik tentang latar belakang pemberian nama suatu tempat. Penamaan sebuah tempat dapat bermakna harapan, tujuan atau menggambarkan keadaan di wilayah tersebut baik secara ekonomi, sosiologi maupun historis.  


Seperti yang diungkapkan oleh Yahya Andi Saputra bahwa terdapat penamaan wilayah atau jalan di Jakarta yang berdasarkan tumbuhan seperti menteng. Topografi ataupun karakteristik wilayahnya seperti Poncol, Kebon Kosong, Rawa Bangke, Kali Pasir. Yahya Andi Saputra memaparkan juga mengenai periodesasi sejarah Jakarta yang dimulai sejak zaman pra-sejarah hingga DKI Jakarta seperti sekarang (1965-1998).



Acara dipungkas dengan sebuah pantun yang dibacakan oleh Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara, Drs.Agus Sutoyo, M.Si. Bagi pembaca yang ingin menyaksikan kembali paparan diskusi dapat mengunjungi kanal Youtube WBS Perpusnas https://www.youtube.com/watch?v=DhVqXeMKWDE&t=2746s


Penulis : Tiara Sugih Hartati