Berita pujasintara

FGD Pengusulan Naskah Nusantara untuk Ingatan Kolektif Nasional (IKON)

Image

Senin, 13 Desember 2021 Perpustakaan Nasional melalui Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara mengadakan kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) Pengusulan Naskah Nusantara untuk Ingatan Kolektif Nasional (IKON). Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk memilih naskah-naskah mana yang layak diajukan dan dijadikan sebagai ingatan kolektif nasional untuk selanjutnya dipilah dan diajukan untuk Memory of The World (MOW).

Dalam FGD Pengusulan Naskah Nusantara untuk Ingatan Kolektif Nasional (IKON) tersebut dipaparkan beberapa naskah yang dianggap layak untuk diajukan sebagai ingatan kolektif nasional diantaranya Naskah Tuanku Imam Bonjol yang dipaparkan oleh Pramono, S.S., M.Si., Ph.D. Ia mengatakan bahwa naskah Tuanku Imam Bonjol memiliki potensi sebagai IKON dan MOW karena Naskah ini merupakan naskah asli dari penulis pertamanya yakni Naali Sutan Caniago dan satu-satunya di Dunia, dalam istilah filologi dikenal sebagai codex unicus. Sejauh ini manuskrip Tuanku Imam Bonjol belum pernah disalin, sehingga manuskrip ini menjadi penting baik secara fisik dan isinya.

Naskah Tuanku Imam Bonjol memiliki signifikansi untuk diusulkan sebagai warisan dunia didasari atas pertimbangan sebagai berikut: a) pertama dari segi kepengarangan dan genre tulisan, karya ini merupakan hypogram dari tangan pelaku sejarah sendiri yang menulis untuk meluruskan peristiwa sejarah yang dialami langsung, b) memiliki relevansi yang kuat dengan konteks sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada masa pergerakan atau pra kemerdekaan Indonesia c) Naskah ini merupakan saksi atas lanskap sejarah kebudayaan Minangkabau pada abad ke-19, d) Terdapat narasi global dalam hubungan jaringan, paham keagamaan dan tren keislaman yang berkembang pada kurun abad ke-18 antara Timur Tengah dengan kawasan Asia Tenggara, e) otentisitas dan orisinilitasnya sebagai karya bertuliskan tangan satu-satunya, berbahasa Melayu-Minangkabau yang mengungkap fakta-fakta kemanusiaan pada zamannya berupa konflik sosial politik dan keagamaan, membuat naskah ini tidak tergantikan sebagai sumber rujukan yang dimanfaatkan bagi banyak kepentingan riset dalam dan luar negeri.

Naskah berikutnya yang dipaparkan dalam FGD ini adalah naskah Amanna Gappa yang dipaparkan oleh Husnul Fahimah Ilyas MA. Hum. Naskah ini merupakan koleksi Perpustakaan Nasional dengan nomor koleksi: NB 27h, aksara lontaraq berbahasa Bugis, berukuran 20 x 33 cm, jumlah halaman: 150 halaman, media kertas Eropa. Naskah ini berisi cerita tentang utang piutang menggunakan mata uang real dan menguraikan pula doa-doa atau mantra-mantra peperangan (hal. 1-37). Kemudian menguraikan ramalan cuaca untuk orang yang mau pergi berlayar. Misalnya: tanda-tanda angin topan, angin ribut, hujan. Hal ini bertujuan agar para pelaut mengetahui hal-hal yang akan terjadi dalam pelayaran (hal. 38-39). Menguraikan pula undang-undang yang berlaku di daerah Wajo (hal. 40-46). Serta menguraikan obat-obatan tradisional berbagai macam penyakit dan cara penyembuhannya, catatan harian (hal, 55-150).

Naskah Pararton juga dipaparkan dalam FGD ini oleh Agung Kriswanto, M.Hum yang pada tahun-tahun sebelumnya naskah ini sempat diajukan pula untuk dijadikan Memory of The World, namun belum menjadi prioritas pada saat itu. Naskah Pararaton ini merupakan salah satu sumber sejarah berdirinya kerajaan Singasari dan Majapahit, naskah tertua yang ditulis pada tahun 1600, didalamnya ada dua bagian teks, yakni mengenai kisah kelahiran Ken Arok sampai menjadi raja Singasari dan mengenai silsilah raja-raja Majapahit.

Naskah terakhir yang dipaparkan dalam FGD ini adalah naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian (Ajaran Suci dari Kalangan Resi) yang dipaparkan oleh Aditia Gunawan, MA. Naskah ini merupakan naskah koleksi Perpustakaan Nasional RI dengan kode L 630 Peti 16 dan naskah kedua yang baru ditemukan dengan kode L 624 Peti 69 dan L 1** Peti 85. Yang melakukan publikasi pertama atas teks ini adalah Holle (1867) dalam laporannya tentang tiga naskah sumbangan Raden Saleh. Holle mengagumi teks ini sebagai karya Sunda yang “[…] paling luar biasa, karena berisi pelajaran untuk semua kelas masyarakat, dan dengan demikian memungkinkan banyak wawasan penting tentang rumah tangga asli di masa lalu. Itu untuk melayani banyak orang (koendangeun oerang reja) (†), untuk membawa kedamaian ke dalam wilayah, untuk memudahkan jalan, untuk memastikan keberadaan yang lama (di negara), dll., sehingga rumah-rumah dapat dihuni, lumbung diisi, ladang ditanami, dll..” bagi orang Sunda sendiri naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian ini disebut sebagai Ensiklopedi Sunda karena berisi pedoman hidup milik masyarakat di kerajaan sunda yang memuat banyak nilai dari ajaran Hindu dan ajaran karuhun (nenek moyang) yang dipercaya telah ada sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Tatar Sunda. Selain itu juga, teks di dalamnya memuat pergaulan internasional dengan menyebutkan nama daerah di luar Sunda (nasional) dan di luar negeri (internasional), yang membuat naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian ini memiliki signifikansi dunia.

Dalam sesi terakhir FGD dipaparkan bentuk dukungan dari berbagai pihak terhadap kegiatan Ingatan Kolektif Nasional (IKON) untuk menjadi dasar pengajuan naskah-naskah untuk dijadikan Memory of The World (MOW) seperti dukungan dari MANASSA yang disampaikan lengsung dalam paparan Ketua Umum MANASSA yakni Dr. Munawar Holil, ia menyampaikan bahwa anggota MANASSA berjumlah 416 orang. Dari jumlah tersebut, kurang lebih 50% adalah para ahli di bidang pernaskahan Nusantara, yang tersebar dari DI Aceh di barat sampai dengan Provinsi Sulawesi Tenggara di timur. SDM Manassa tersebut mempunyai spesialisasi kepakaran tertentu dalam memahami keragaman naskah Nusantara. SDM yang kami miliki tersebut merupakan modal penting MANASSA untuk membantu Perpustakaan Nasioanal dalam memilih atau menyeleksi naskah Nusantara yang akan diusulkan sebagai IKON dan MOW.

Selain itu juga, Perpustakaan Nasional menghadirkan tamu undangan yakni Drs. Dady P. Rachmananta, MLIS. beliau merupakan Kepala Perpustakaan Nasional RI pada periode tahun 2001-2009. Dari paparannya banyak hal yang bisa dijadikan sebagai pengalaman dan pembelajaran berharga bagaiman ketika dalam kepemimpinannya beliau mengusulkan naskah Negara Kertagama sebagai Memory of The World (MOW) hingga diterima, serta memberikan dukungan penuh pula untuk pengusulan Hikayat Aceh sebagai Memory of The World (MOW) pada tahun ini, besar harapan bahwa naskah Hikayat Aceh bisa diterima sebagai Memory of The World (MOW).